Monday, July 22, 2013

Filosofi Air


Filosofi Air dari AJI TIRTA JATI


Sahabat,
Ilmu Aji Tirta Jati adalah mengambil Karakter dari unsur air. Dimana air selalu mengalir ke tempat yg lebih rendah.
Jadi bersikaplah untuk selalu merendah & Tawadlu', dan jauhi sifat sombong serta arogan.


AIR bersifat mengalah, namun selalu tidak pernah kalah. Air mematikan api dan membersihkan kotoran. Kalau merasa sekiranya akan dikalahkan, air meloloskan diri dalam bentuk uap dan kembali mengembun. Air merapuhkan besi sehingga hancur menjadi abu. Bilamana bertemu batu karang, dia akan berbelok untuk kemudian meneruskan perjalanannya kembali. Air memberikan jalan pada hambatan dengan segala kerendahan hati, karena dia sadar bahwa tak ada satu kekuatan apapun yang dapat mencegah perjalanannya menuju lautan. Air menang dengan mengalah, dia tak pernah menyerang namun selalu menang pada akhir perjuangannya.

Tujuh filosofi air :
Air adalah sumber kehidupan.
Sejuk.
Dapat dijadikan cermin saat tenang,
Tidak serakah,
Fleksible & luwes
Rendah hati & Tawadlu (memandang ke bawah)
Memiliki tekad yang kuat.

Menjadi seperti air berarti Fleksibel, di dalamnya tersimpan kelembutan, kekuatan, kehidupan sekaligus kebijaksanaan.
Air adalah zat yang adaptif, bisa berada dimana saja, tetapi juga kuat. Tak tertangkap oleh Genggaman tangan tetapi bisa dirasakan kehadirannya.
Air lembut, tak berujung, dan tidak tajam, menunjukkan ia bisa jadi sahabat. Tetapi air bisa keras, kuat dan tegas.
Tetesan air yang terus menerus bisa melubangi kerasnya batu karang atau bisa membuat besi yang kuat berkarat dan hancur.
Air juga bisa melahirkan bencana yang tak tertaklukkan. Ombak yang bergulung, bencana besar Tsunami, atau banjir menjadi peringatan betapa dahsyatnya kekuatan air. Selama kita mampu menyelami sifat air, air bisa menjadi sahabat tiada duanya. Karena kita tahu, tanpa air tak akan ada kehidupan ini.
HIDUP SEPERTI AIR atau menurut masyarakat Tionghoa dikenal juga dengan istilah Tao Te Ching ternyata berbeda dengan “hidup seperti air mengalir”. Prinsip hidup seperti air lebih mengarah pada sifat global air itu sendiri, sedangkan hidup seperti air mengalir lebih mengarah pada salah satu sifat air yang selalu mengalir kesegala arah.

Lalu kenapa kita harus hidup seperti air ?, atau paling tidak filosofi apa yang bisa kita ambil dari air ?
Pertama, selain mempunyai sifat mengalir, air juga mempunyai sifat menguap. 
Naik keatas dan bertemu, berkumpul dan bersatu dengan uap air yang berasal dari berbagai tempat, dan dari pertalian ikatan ini akhirnya terbentuklah awan. Gumpalan awan ini kemudian bertemu dengan gumpalan-gumpalan lainnya sehingga semakin berat dan turunlah hujan yang menyejukan. Sifat ini hendaknya ditiru oleh kita, yaitu begitu pangkat dan kualitas hidup kita bisa lebih baik dan diatas orang lain, seharusnya kita bisa bersatu padu dengan orang-orang yang sama-sama diberikan derajat lebih untuk kemudian berusaha semaksimal mungkin menyejahterakan banyak orang.
Kadang sering ada yang menjadikan teori diatas sebagai alasan mengapa hidup harus seperti air yang mengalir, padahal teori diatas bukanlah tentang “air mengalir” melainkan ½ dari ”siklus air”. Sedangkan “air mengalir” bagian dari “Siklus air”.
Kedua, air mempunyai sifat membersihkan. 
Tentunya tidak semua air bisa membersihkan, air yang bisa membersihkan tentunya harus air yang bersih juga. Hikmahnya buat kita, hendaklah kita menjadi pribadi yang bisa mempengaruhi orang lain untuk berada dijalan yang baik, benar dan bersih, dan untuk itu tentunya kita harus membersihkan diri sendiri terlebih dahulu tentunya.
Ketiga, air mempunyai sifat halus dan lembut tapi tegas. 
Air bisa datang dalam jumlah yang sangat besar tapi juga bisa seketika hilang tanpa jejak. Saya lebih percaya kalau materi di muka bumi ini yang paling lembut sepertinya air, setiap kita sentuh ia sangat halus, saking halusnya kita tidak bisa mengukur seberapa tebal ukuran inti air. Tetapi, meskipun air terlihat dan terasa begitu tenang, lembut dan menyejukan, manakala ia “bertindak atas perintah Allah SWT” untuk memberikan peringatan kepada umat manusia maka efeknya sangat dahsyat mampu meluluh lantahkan dunia lebih dari sebuah bom atom. Pelajarannya buat kita adalah kita harus menjadi pribadi yang lemah lembut, santun, menentramkan tapi tidak loyo, tidak cemen. Tenang tapi punya ketegasan yang tidak bisa disepelekan dan direndahkan.
Keempat, hadirnya air selalu dibutuhkan dan dirindukan oleh siapapun. 
Mudah-mudahan dengan berkaca pada peran air, kita bisa berusaha menjadi manusia yang setiap kehadirannya selalu dibutuhkan dan sangat dirasakan manfaatnya oleh orang lain, sehingga kita tidak menjadi terbuang dan terkubur didalam sampah sejarah.
Kelima, berubah bentuk tapi tidak berubah sifat. 
Sobat perhatikan bak mandi yang berisi air secara penuh, misalnya bak tersebut berbentuk kubus, otomatis air yang didalamnya karena mempunyai sifat menekan ke segala air bentuknya juga menjadi kubus mengikuti bentuk bak mandi. Air tersebut kemudian sobat pindahkan kedalam drum yang mempunyai bentuk silinder, otomatis air tersebut bentuknya juga menjadi silinder karena menyesuaikan bentuk drum.
Ketika air berada didalam bak mandi dan bentuknya menyesuaikan bak mandi, ia tetaplah air, air dengan segala ciri khas, sifat dan karakternya. Begitu juga ketika air dipindahan kedalam sebuah drum, ia tetaplah air yang masih dengan segala ciri khas, sifat dan karakternya. Ia tidak berubah menjadi minyak ataupun yang lainnya. Gambarannya, dimanapun kita berada hendaklah kita tetap mempunyai kepribadian yang kuat, keimanan yang teguh, yang tidak mudah terpengaruh oleh perubahan kondisi dan lingkungan.
Keenam, air tidak bisa dibelah, selalu mengalah tapi tidak pernah kalah. 
Sobat perhatikan saat air dikolam atau dimanapun, dengan cara apapun ia dibelah tetap ia akan bersatu kembali. Dengan satu hentakan pukulan keras mungkin air tersebut tercerai-berai menciprat kesegala arah. Tapi ia akan tetap kembali bersatu lagi. Hikmahnya buat kita, apalagi kalau bukan semangat persatuan dan persaudaraan. Air sangat mudah berbaur dengan sesama air, sudah selayaknya kita juga bisa berbaur dan bersatu-padu antar sesama manusia terlebih lagi disatu bangsa yang sama.

“Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, Maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, Maka arus itu membawa buih yang mengambang. dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; Adapun yang memberi manfaat kepada manusia, Maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan.”(Ar-Ra’d: 17)
Allah mengumpamakan yang benar dan yang bathil dengan air dan buih atau dengan logam yang mencair dan buihnya, yang benar sama dengan air atau logam murni, yang bathil sama dengan buih air atau tahi logam yang akan lenyap dan tidak ada gunanya bagi manusia. Masih banyak lagi Allah menyatakan karunia air bagi kehidupan dunia dalam Al-Quran.

Air Selalu Menempati Ruang
“Berbicaralah sesuai dengan bahasa kaumnya…”
Sifat air, seperti yang diajarkan oleh guru di tingkat sekolah dasar, salah satunya adalah menempati ruang. Dituangkan ke dalam wadah berbentuk apapun, air akan selalu mengikuti bentuk wadah itu. Begitulah air, ia dapat memosisikan dirinya sesuai situasi dan kondisi (sikon) yang sedang dialaminya. Manusia sewajarnya juga mampu untuk selalu menyesuaikan satu sama lain agar terjalin komunikasi yang saling dipahami.
Bergerak vs Diam, Energi vs Penyakit
Selain itu, manusia-mengikuti filosofi air-dituntut untuk bergerak. Bila air bergerak, maka benda-benda yang ada di hadapannya akan terbawa arus. Semakin besar debit air, maka semakin besar energi yang dapat diberikan oleh air. Di banyak tempat, potensi energi air yang besar ini dimanfaatkan untuk memutar turbin air, kemudian turbin akan memutar generator listrik untuk menjadi sumber energi. Tempat-tempat ini dikenal dengan nama Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).
Namun, saat air itu diam, maka ia tidak akan memberikan pengaruh apapun terhadap benda-benda di sekitarnya. Bahkan, air yang menggenang justru akan menimbulkan penyakit, menjadi tempat berkembangbiaknya jentik-jentik nyamuk. 

Allah SWT telah memerintahkan manusia untuk terus beramal shalih. Banyak ayat Allah dalam Al-Quran yang berkaitan dengan perintah ‘amal shalih, diantaranya:
فإذافرغت فانصب
“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain,”(Al-Insyirah: 7)
Sebagian muffasirin berpendapat apabila kamu (Muhammad) telah selesai berdakwah, maka beribadatlah kepada Allah; apabila kamu telah selesai mengerjakan urusan dunia, maka kerjakanlah urusan akhirat, dan ada lagi yang mengatakan; apabila telah selesai mengerjakan shalat, berdoalah.
فإذاقضيت الصلوة فانتشروافي الأرض وابتغوامن فضل الله واذكرواالله كثيرًالعلكم تفلحون
“Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”(Al-Jumu’ah: 10)
Meninggalkan Basah
Setelah melewati suatu benda, biasanya air akan meninggalkan basah pada benda tersebut. Hal ini berlaku untuk benda tegak (vertikal), maupun mendatar. Benda yang telah dilewati air akan kering setelah beberapa saat, mulai dari hitungan detik hingga jam. Pun demikian dengan manusia, pengaruhnya dituntut untuk tetap eksis meski ia telah tiada, baik karena sudah berpindah tempat ataupun wafat.
Contoh konkret, kita dapat meneladani (karena tidak akan bisa menyamai) Muhammad, Rasulullah SAW. Dilahirkan dari peradaban primitif serta jauh dari perkembangan global di zamannya, beliau sanggup membumikan ajaran Islam. Ajaran yang masih paling asli hingga detik ini dari semua ajaran lain. Beliau masih meninggalkan ‘basah’ yang asli hingga berabad lamanya, hatta lebih dari kemampuan air itu sendiri. 
Lalu bagaimana dengan kita? Tetaplah berusaha untuk terus melakukan ‘amal shalih agar meraih ridha Allah.

Filosofi Air Dalam Teko. 
Apakah mungkin terjadi, jika di dalam sebuah teko yang berisi air teh, tiba-tiba pada saat dituang berubah menjadi kopi?, atau apakah mungkin jika air yang ada dalam teko kotor, maka pada saat dituang air itu berubah menjadi bersih ?, pasti akan tetap kotor dan tidak mungkin menjadi bersih, artinya apa yang ada di dalam teko akan pasti sama dengan yang keluar di mulut teko.
Demikian juga halnya dengan interaksi sehari-hari (yang menggunakan Ucapan dan Sikap dalam menyampaikan keinginan). Kita biasa mengatakan “Jaga Mulut Kamu”, yang sebenarnya itu adalah salah kaprah. Mulut tidak bisa dijaga karena ia berada di bawah perintah, makanya ia boleh berkata : ”Jangan salahkan saya dong, saya hanya menjalankan perintah”. Sama halnya dengan mulut teko, juga tidak mau disalahkan karena mengeluarkan air kotor, “Habis, air yang di dalam tekonya kotor”, katanya.
Tentu kita tidak bisa menyalahkan bahwa orang yang sedang marah mengeluarkan kata-kata kasar, membentak, mata melotot dan menggabrak meja, bahkan mungkin semua nama binatang di Ragunan meluncur dari mulutnya, karena itulah refleksi dari Suasana Hati yang sedang dirasakannya.
Suasana Hati, wilayah inilah yang harus dikontrol, karena di sinilah pusat pengendalian terhadap ucapan dan sikap kita dalam berkomunikasi. Kita tentu memilih kata-kata yang menyenangkan pada saat suasana hati kita dalam keadaan senang, tapi kita tidak mungkin berucap dan bersikap menyenangkan pada saat kita kesal.
Seorang pemain sinetron tidak bisa bersikap dan mengucapkan kata-kata yang mencerminkan kesedihan, karena pada saat itu suasana hatinya masih riang gembira. Selama suasana hatinya masih diliputi kegembiraan maka take dan cut akan terus meluncur dari mulut sang sutradara.
”Suasana Hati” terkait dengan ”Warna Pikiran”.
Salah satu syarat keberhasilan komunikasi adalah Warna Pikiran dari pihak yang melakukan komunikasi tersebut dalam keadaan jernih dan tidak diliputi oleh pikiran yang negatif seperti kesal, angkuh, prasangka buruk, melecehkan, dan sebagainya, seperti jangan memanggil dan menasihati anak buah pada saat suasana hati Anda marah dan kesal terhadapnya, karena tujuan Anda untk menyadarkannya tidak akan tercapai. Yang tercapai adalah bahwa Anda menjadi plong karena sudah memuntahkan kemarahan Anda kepadanya.
Jadi, pesan yang ingin disampaikan oleh Filosofi Air Dalam Teko ini adalah bersihkan air di dalam teko, baru dituang, atau jernihkan suasana hati, baru bicara.
Wallahu’alam.


وأنليس للإنسنإلاماسعى٠وأن سعيه سوف يرى٠ثم يجزه الجزآءالأوفى٠وأنإلى ربك المنتهى
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi Balasan kepadanya dengan Balasan yang paling sempurna, dan bahwasanya kepada Tuhamulah kesudahan (segala sesuatu),”(An-Najm: 39-42).

Mari jadikan diri kita laksana air. Bersifat rendah hati seperti sifatnya air yang selalu mengalir ketempat yang lebih rendah. Fleksibel dalam menghadapi beban ujian dan cobaan, tegas dan kuat menghadapi tantangan, serta selalu mampu membawa kebaikan, bagi diri sendiri & semua makhluk. Sehingga hidup akan seimbang berarti dan bahagia.

(Copy & Paste)

Tuesday, July 9, 2013

Amalan Ramadan

Kesilapan dan Kecuaian Umat Islam pada Bulan Ramadan


Elak melakukan kesilapan dalam melaksanakan sesuatu ibadah termasuk ibadah puasa, sama ada kekeliruan, kekurangan.

Sebahagian kita melakukan kesilapan dalam melaksanakan sesuatu ibadah termasuk ibadah puasa sama ada disebabkan kekeliruan, kekurangan mahupun juga ketiadaan ilmu tentangnya.  Oleh sebab itulah sebelum tibanya bulan Ramadan lagi kita digesa supaya membuat persediaan mental dan fizikal bagi menyambut ketibaannya dengan penuh keinsafan serta kegembiraan dan berusaha menunaikan ibadah yang difardukan atas kita itu dengan penuh kesungguhan.

Antara persediaan penting yang perlu dilakukan termasuklah mendapatkan ilmu secukupnya berkaitan dengan bulan Ramadan serta ibadah puasa. Sebagai contoh ialah cara terbaik menyambut Ramadan, hikmah berpuasa dan hukum-hakam ibadah puasa, misalnya perkara-perkara sunat, makruh dan yang mengurangkan pahala serta membatalkan puasa, selain keringanan (rukhsah) yang diberikan kepada individu tertentu untuk tidak menunaikan ibadah puasa serta cara menggantikannya.

Beberapa kekurangan dan kesilapan yang dapat dilihat dalam amalan atau tindakan  umat Islam pada bulan Ramadan termasuklah:

1. Tidak meneladani amalan umat Islam terdahulu dalam menyambut ketibaan Ramadan
Jika diamati, sambutan yang diberikan terhadap kedatangan Ramadan amat berbeza antara masyarakat Islam kini dengan umat Islam terdahulu.  Ibn Rajab al-Hanbali menyebut daripada Ma`la ibn al-Fadl, “Mereka (golongan salaf) berdoa kepada Allah selama enam bulan supaya mereka ditemukan dengan Ramadan dan berdoa enam bulan lagi (selepas Ramadan) agar Allah menerima amalan mereka.” (Mohamad Noor Mohamad Endut, Ensiklopedia Ramadan, hlm. 82)

2. Menyambut Ramadan tanpa memohon keampunan daripada Allah S.W.T.
Dr Mani` `Abdul Halim Mahmud mengatakan, “Terdapat tiga perkara penting yang mesti dilakukan oleh umat Islam sebagai persediaan penting sebelum kedatangan bulan penuh kemuliaan, iaitu Ramadan.

Pertama, taubat nasuha daripada sebarang dosa, kedua, berazam dan berjanji untuk tidak mengulangi dosa yang telah dilakukan itu, dan ketiga, berusaha untuk mengetahui hukum-hakam yang berkaitan dengan ibadah puasa agar dapat melaksanakannya dengan sempurna.

Selain itu, usaha dilakukan bagi membersihkan diri dengan menggantikan akhlak buruk dengan akhlak terpuji dan mengukuhkan hubungan antara sesama umat Islam. Semua perkara ini memudahkan setiap Muslim mendekatkan diri kepada Allah dan menunaikan ibadah dengan penuh keikhlasan.” (Mohamad Noor Mohamad Endut, Ensiklopedia Ramadan, hlm. 88)

3. Makan dan minum dengan bebas setelah puasa terbatal dengan sengaja
Sesiapa yang puasanya terbatal bukan disebabkan sebarang keuzuran yang diterima, iaitu melakukan sesuatu tindakan dengan sengaja misalnya makan dan minum, melakukan hubungan seksual, mengeluarkan air mani (al-istimna`), dan sebagainya, maka ia mesti menahan diri daripada  makan dan minum atau melakukan perkara-perkara lain yang membatalkan puasa sepanjang hari berkenaan bagi menghormati bulan Ramadan.

Perkara ini disebut dalam Hadith yang berikut yang bermaksud, “Sesiapa yang telah makan hendaklah ia berpuasa baki waktu harinya itu.” (Al-Bukhari)  Larangan tersebut merupakan denda terhadap individu tersebut kerana hukum bagi perbuatannya berbuka dengan sengaja ialah haram dan puasa yang terbatal dengan sengaja itu wajib diqada’ pada hari yang lain.

4. Meninggalkan sama sekali amalan bersahur
Tindakan meninggalkan sahur adalah amat merugikan kerana amalan bersahur mempunyai banyak manfaat.  Antaranya termasuklah sahur dan makanan yang dimakan semasa bersahur dijamin keberkatannya oleh Allah s.w.t.

Perkara ini disebut oleh Nabi s.a.w. dalam hadith-hadith yang berikut yang bermaksud, “Bersahurlah kamu, sesungguhnya pada sahur itu terdapat keberkatan,” (al-Bukhari dan Muslim) dan “Hendaklah kamu bersahur, sesungguhnya sahur itu merupakan makanan yang diberkati.” (Al-Nasa’ie).  Hadith ini menegaskan bahawa makanan sahur memiliki keberkatan tersendiri yang hanya dapat dirasai oleh individu yang meyakininya dan sentiasa berusaha memelihara amalan bersahur kerana bertujuan menurut Sunnah Nabi S.A.W.

Keberkatan (barakah) merupakan sesuatu yang amat penting dalam kehidupan kerana melaluinya kita akan memperoleh segala kebaikan.  Justeru, dalam apa juga perkara yang dilakukan dalam kehidupan, kita mesti berusaha mencari keberkatan.

Tiada gunanya kita memiliki sesuatu dalam kuantiti yang banyak, misalnya harta tetapi tiada keberkatannya. Sebaliknya, adalah lebih bermakna sekiranya harta yang dimiliki sedikit namun ada keberkatannya. Merujuk khusus kepada ibadah puasa, sahur menyalurkan keberkatan kepada ibadah yang dilaksanakan sepanjang hari dan juga dalam kehidupan secara umumnya.

Selain sumber untuk mendapatkan keberkatan, sahur juga berperanan menyediakan tenaga dan kekuatan fizikal kepada umat Islam. Kekuatan fizikal dan kecergasan amat diperlukan bagi melaksanakan ibadah puasa dan aktiviti seharian.

Hal ini penting khususnya bagi membuktikan bahawa umat Islam tidak menjadi lemah sehingga menimbulkan fitnah terhadap ibadah yang dilaksanakan. Bahkan sebaliknya mereka menjadi individu yang amat produktif dan aktif dalam melaksanakan semua tugas dan tanggungjawab yang dipikul.

Dalam sebuah Hadith, Nabi S.A.W. bersabda yang bermaksud, “Hendaklah kamu memohon bantuan dengan makanan sahur bagi (memberikan kekuatan untuk) berpuasa pada siang hari.” (Al-Hakim)

5. Memilih untuk bersahur pada waktu tengah malam
Bersesuaian dengan maksud sahur (sahr) itu sendiri yang merujuk kepada akhir malam atau sepertiga akhir malam, maka bersahur disunatkan pada waktu-waktu tersebut berbanding dengan waktu yang jauh lebih awal daripadanya.

Dengan kata-kata lain, bersahur terlalu awal bukan sesuatu yang digalakkan, apatah lagi disebabkan perasaan malas untuk bangun pada sepertiga atau akhir malam.  Tindakan ini tidak menepati amalan Nabi s.a.w. kerana Baginda sendiri melewatkan sahur Baginda sehingga tinggal baki beberapa minit sebelum masuknya waktu subuh. Baginda berhenti bersahur dengan tujuan untuk bersiap sedia mendirikan Solat Subuh.

Sekiranya seseorang terlewat bangun dan waktu bersahur masih berbaki, ia masih boleh bersahur sehinggalah terbitnya fajar sadiq, iaitu waktu subuh.  Waktu imsak yang ditetapkan bukan menunjukkan tamatnya waktu bersahur tetapi sebagai peringatan bahawa waktu bersahur sudah hampir tamat.
 
6. Tidak memanfaatkan waktu bersahur untuk beribadah dan beristighfar
Sebahagian besar umat Islam hanya bangun pada waktu sahur semata-mata untuk makan dan minum sahaja sedangkan waktu sepertiga akhir malam itu merupakan saat-saat terbaik untuk melaksanakan ibadah atau amal salih serta waktu mustajab untuk berdoa serta memohon keampunan kepada Allah S.W.T.

Allah S.W.T. memuji amalan mulia golongan bertaqwa melalui firman-Nya, “Dan pada waktu akhir malam (sebelum fajar) pula mereka selalu beristighfar kepada Allah (memohon ampun).”  (Surah al-Zariyat 51 : 18).  Perkara yang sama dinyatakan dalam ayat 17, Surah Ali `Imran.  Sebuah Hadith yang diriwayatkan oleh al-Nasai’e menyebut bahawa seorang sahabat bertanya kepada Nabi (maksudnya), “Wahai Rasulullah, pada waktu bilakah doa paling didengari (Allah s.w.t.)?”  Nabi bersabda, “Pada penghujung malam (waktu sahur) dan selepas solat fardu.”

7. Kurang berdoa ketika berpuasa dan berbuka
Sebagaimana yang dimaklumi, Allah s.w.t. amat mencintai hamba-hamba-Nya yang sentiasa mempamerkan sifat kehambaan mereka, iaitu dengan berdoa dan memohon kepada-Nya.  Allah s.w.t. juga menegaskan bahawa Dia Maha Mendengar dan pasti memperkenan doa mereka (Surah al-Baqarah 2 : 186), iaitu sekiranya doa yang dipohon itu memenuhi syarat serta adab-adabnya.  Ramadan yang membawa limpahan rahmat kepada umat Islam seharusnya dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk memohon keampunan, kesejahteraan, kelapangan, dan apa juga yang dihajati kepada Allah s.w.t. Hal ini lebih-lebih lagi pada waktu-waktu yang mustajab, iaitu ketika hendak berbuka.  Perkara ini ditegaskan dalam sebuah Hadith yang bermaksud, “Sesungguhnya bagi orang yang berpuasa kelebihan bahawa doanya tidak akan ditolak ketika ia berbuka (atau hampir berbuka).” (Ibn Majah)

8. Kurang memberi perhatian terhadap pemilihan makanan semasa berbuka dan bersahur
Kita umumnya menyedari tanggungjawab untuk memilih makanan yang halal dan baik atau berkhasiat, sama ada ketika berbuka mahupun bersahur.  Hal berkenaan bertujuan memastikan ibadah yang dilaksanakan bukan sahaja diterima oleh Allah s.w.t. tetapi juga dapat memulihkan, mengekalkan, serta meningkatkan kesihatan.  Sebagaimana disyorkan oleh Nabi s.a.w. dan merupakan sunnah yang perlu diikuti, kurma perlu dijadikan makanan berbuka atau jika tiada, memadai dengan air kosong.

Sebagaimana sering diperkatakan, kandungan gula ringkas dalam kurma yang sangat tinggi membolehkan tenaga diserap dengan pantas oleh tubuh.  Selain itu, kurma juga mengandungi protein, serat, vitamin A & C, serta zat mineral yang semuanya baik lagi berkhasiat untuk tubuh.  Berbuka dengan memilih makanan yang baik dan berkhasiat serta dalam kuantiti sederhana, penting bagi mendapatkan tenaga untuk beribadah dengan sempurna pada malam hari.

Demikian juga ketika bersahur.  Nabi S.A.W. bersabda yang bermaksud, “Sebaik-baik sahur orang Mu’min ialah tamar.” (Abu Daud, Ibn Hibban, dan al-Baihaqi).  Di samping kurma, kita juga digalakkan supaya mengambil makanan yang lambat dihadam pada waktu sahur bagi membantu mengekalkan tenaga untuk jangka masa yang panjang. Makanan lambat dihadam ini merupakan makanan yang mengandungi karbohidrat kompleks.

Antaranya termasuklah bijirin penuh seperti beras basmathi, beras perang, oat, barli, dan sebagainya; makanan tinggi serat seperti sayur-sayuran, buah-buahan, dan buah-buahan kering; dan kekacang seperti kacang dal.

Seterusnya kita juga digalakkan untuk mengambil makanan yang mengandungi protein seperti ikan, ayam, daging, telur atau tauhu. Sementara minuman pula, kita digalakkan untuk meminum air kosong secukupnya atau susu dan jus buah-buahan. Pemilihan makanan yang tidak baik atau memudaratkan kesihatan sepanjang Ramadan sebaliknya mendedahkan individu yang berpuasa kepada penyakit berbahaya seperti kencing manis, darah tinggi dan jantung.

9. Mengabaikan Solat Subuh dan mengutamakan Solat Tarawih
Tindakan mengabaikan solat fardu dan sebaliknya mengutamakan solat sunat jelas merupakan kecuaian besar dan amat wajar dibetulkan. Seharusnya solat fardu itulah yang lebih diutamakan kerana ia dituntut untuk dilaksanakan oleh setiap Muslim. Sebagaimana diketahui, solat fardu merupakan kewajipan yang mesti dilaksanakan. 

Sekiranya kita menunaikannya, maka kita akan memperoleh pahala dan sebaliknya jika ditinggalkan, kita akan menanggung dosa. Namun bagi perkara atau amalan sunat, sekiranya ia dilaksanakan, kita akan memperoleh pahala dan sebaliknya jika ditinggalkan, tidak menyebabkan kita menanggung dosa. Kelebihan besar yang ada pada solat fardu yang ditunaikan secara berjemaah juga sering diabaikan oleh umat Islam.

Justeru, kita dapat melihat masjid dan surau dipenuhi jemaah ketika Solat (sunat) Tarawih namun masjid dan surau lengang ketika Solat Subuh sedangkan Nabi s.a.w. menyebut dalam Hadith Baginda bahawa individu yang mendirikannya secara berjemaah memperoleh pahala menghidupkan seluruh waktu malam.

10. Berpuasa tetapi tidak menunaikan solat fardu
Ini merupakan kesilapan yang sangat besar dan memerlukan tindakan pembetulan, iaitu melalui nasihat serta teguran kepada individu yang melakukannya. Solat merupakan rukun Islam kedua dan tiang agama yang mesti dipelihara. Perbuatan meninggalkan solat dengan sengaja menyebabkan keislaman seseorang tidak lengkap. Jika dibaratkan sebagai rumah, maka keadaannya senget atau tidak stabil.  Berhubung dengan ibadah puasanya, Allah jualah yang menentukan nilainya.
 
11. Kurang cergas atau produktif dalam melaksanakan tugas
Ibadah puasa yang dilaksanakan seharusnya menjadi pendorong utama pelaksanaan tugas seharian dengan penuh amanah, cemerlang, dan lebih produktif. Hal ini disebabkan ibadah puasa memupuk dan meningkatkan kesedaran umat Islam terhadap pengawasan Allah s.w.t. terhadap setiap gerak-gerinya (ihsan). Selain itu, umat Islam juga perlu menjadikan penglibatan Nabi s.a.w. dan sahabat-sahabat Baginda dalam beberapa buah peperangan pada bulan Ramadan sebagai sumber dorongan dan motivasi.

12. Melakukan pembaziran wang, makanan dan masa
Pembaziran wang, makanan, masa dan apa juga perkara merupakan perbuatan yang amat dilarang oleh agama Islam.  Al-Qur’an memberikan amaran keras terhadap sikap keji ini dan menjadikan orang yang boros sebagai saudara syaitan yang kufur kepada Allah S.W.T. (Surah al-Isra’ 17 : 26-27).

Meskipun menyedari kewajipan bertindak menurut semangat dan tarbiyah Ramadan, namun malangnya sebahagian besar umat Islam kelihatan sering melakukan pembaziran wang, makanan, dan masa.  Misalnya ketika memperuntukkan masa dan membeli makanan serta barang-barang lain di pasar atau bazar, sepanjang Ramadan sehinggalah ketika hampir menyambut kedatangan Syawal.



(Copy & Paste)