Monday, June 24, 2013

Tegar dan Sabar




Ketegaran dan Kesabaran

Alkisah, sepulang dari sekolah, Sang Anak datang kepada ayahnya yang sedang membaca koran di teras belakang rumah.
“Ayah…, ” sapa Sang Anak dengan kepala tertunduk dan nada suara yang murung. Sambil menurunkan koran yang sedang dibacanya, Sang Ayah memandang Anaknya yang beranjak remaja itu.
“Ada apa, Nak? Bagaimana di sekolah?”  
“Ayah. Aku merasa capek. Aku sudah belajar mati-matian, untuk mendapat nilai bagus di sekolah. Tapi teman sekelasku bisa dapat nilai bagus dengan cara mencontek. Itu kan tidak adil namanya. Aku juga capek karena harus membantu Ibu membersihkan rumah hingga waktu belajarku jadi kurang, sedangkan temanku pada punya pembantu. Kenapa kita tidak punya pembantu, Ayah?”  
Dengan suara lebih lantang, Sang Anak melanjutkan uneg-unegnya. “Aku juga capek, karena harus menabung dulu untuk bisa membeli sesuatu, sedang temanku bisa belanja tanpa harus menabung. Lebih capek lagi, Aku harus menjaga segala ucapan dan tingkah laku, sedangkan teman-temanku seenaknya berbicara sampai Aku sakit hati! Pokoknya, Aku capeeek menahan diri. Aku ingin seperti mereka, bebas berkata dan melakukan apapun.”
Dari suara sendu, Sang Anak pun kemudian menangis tersedu-sedu.
Sambil mengelus kepala Sang Anak  dengan penuh sayang, Ayah berkata, ”Jangan menangis Nak. Ayo ikut, Ayah akan menunjukkan sesuatu kepadamu!”
Sambil bergandengan tangan, Ayah-Anak itu menyusuri jalan yang berlubang di sana sini dengan banyak genangan air, semak berduri dan berbagai serangga yang berdengung di sekitar mereka.  
”Ayah, kita mau ke mana sih?” tanya Sang Anak bingung.
“Jalanan begitu kotor, aduuh... Kakiku luka tergores duri. Iiih banyak nyamuk dan serangga pula!” 
Sang ayah hanya menjawab pendek, “Sabar Nak, tegar Nak, sebentar lagi....”    
Akhir perjalanan, mereka sampai di sebuah telaga yang menakjubkan. Airnya sangat jernih dan segar. Di sekelilingnya bunga yang cantik dan pepohonan yang rindang, serta burung dan kupu-kupu beraneka warna. Sang Anak terpana kagum...  
”Anakku, tahukah kau mengapa di sini begitu sepi padahal tempat ini amat indah? Karena tidak banyak orang yang mau bersusah payah menyusuri jalan kecil yang jelek tadi sehingga mereka tidak bisa menikmati surga alam yang begitu indah. Untuk menikmati sesuatu yang indah, perlu perjuangan dan kesabaran. Sama seperti kehidupan ini, harus sabar, tegar dalam bersikap baik, sabar dalam kejujuran, sabar dalam memperjuangkan kebenaran nilai. Tegar dalam menghadapi setiap kesulitan dan masalah yang muncul.”  
“Tapi Yah, kan tidak mudah untuk selalu bersabar dalam kebenaran.” 
“Memang,” jawab Sang Ayah dengan lembut.
“Karena itu, Ayah dan Ibu senantiasa menggenggam tanganmu, membimbing dan mendukung dalam kebaikan dan kebenaran. Hingga kelak suatu saat nanti, Kamu mampu tegak berjalan sendiri, mulia bagi keluarga dan sesama. Apakah Kamu mengerti Nak?”.
”Mengerti Ayah, terima kasih.” jawab Sang Anak.  

Pesan moral:
Hidup adalah perjuangan, terutama untuk mengendalikan dan “mengalahkan” diri sendiri. Mari kita menjalani hidup dengan penuh keberanian, keuletan, dan kesabaran. 

(Copy and Paste)






 

No comments: